Sang Caka
Kaki kecil itu tetap
kokoh menapaki jalanan panas dan berliku di pinggir kota, menyusuri lorong demi
lorong hanya untuk mencari serpihan barang bekas. Caka, begitu ia sering
dipanggil. Berbeda dengan anak – anak yang lain, yang bisa tertidur pulas
setelah pulang sekolah. Caka harus bekerja untuk mendapat upah yang hanya
sebesar Rp.10000, itu pun kalau barang yang ia kumpulkan bisa mencapai satu
karung penuh. Miris memang melihat kenyataan ini. Tapi,,,mau bagaimana lagi
boleh dikatakan Caka adalah tulang punggung keluarga setelah kedua orang tuanya
meninggal. Caka harus mampu menghidupi dua orang adiknya sebagai amanat dari
sang Ibu.
Keadaan ekonomi
keluarga Caka dulu sangatlah berkecukupan. Tapi, itu berakhir setelah orang
tuanya menjadi korban kebakaran di toko tempat mereka berjualan. Tak ada harta
benda yang tersisa, toko itu pun belum sempat untuk diasuransikan. Rumah yang
mereka tempati terpaksa dijual untuk menutupi hutang sang ayah kepada sang
makelar. Memang, terkadang apa yang kita rencanakan tak sesuai dengan apa yang
kita harapkan.
Sanak keluarga yang lain hanya bias
mengikhlaskan. Tetapi Caka tidak bias menerima itu semua, dia sempat trauma
selama satu bulan mengingat apa yang terjadi dengan kehidupannya. Semuanya
lenyap begitu saja, harta, kebahagiaan dan orang yang paling ia cintai.
Hanya ada tante Rum,
satu – satunya saudara sang Ibu yang peduli dengan nasib ia dan adik – adiknya.
Tapi itu pun tak berlangsung lama, karena tante Rum memiliki tanggungan yang
banyak. Ia juga harus pontang – panting demi mencukupi kebutuhan anak –
anaknya.
Takdir begitu kejam,,, itu yang selalu
tertanam dalam benak Caka.
Sampai ia tersadar
bahwa apa yang ia lakukan tidak akan membawa hasil apa – apa. Ia melihat sang
adik, Heri dan Maya yang masih mengharapkan kasih sayang darinya. Yah…hanya
dari dirinya.
Kalau dipikir, memang
ini menjadi beban yang berat bagi seorang anak yang baru genap menginjak usia
12 tahun. Yang mau tidak mau, harus sudah siap menghadapi kerasnya hidup.
Dua tahun sudah, kejadian
memilukan itu berlalu. Caka terlihat makin tegar dan tak mau memandang ke
belakang lagi. Walau kehidupannya yang sekarang berbalik 180 derajat sebelum
orang tuanya tiada.
Hei Caka…..ini banyak barang bekasnya???
Kenapa dilewatkan begitu saja??? Teriak lelaki paruh baya yang ternyata juga
seorang pemulung seperti Caka.
Eh….ia pak Wayan, jawab Caka yang agak
sedikit tersentak mendengar teriakan itu.
Caka tersadar dari lamunannya, sempat ia kehilangan konsentrasinya. Tanpa disadari tumpukan botol plastic ia lewati
begitu saja.
Kamu kenapa??? Tak biasanya seperti
ini….tanya pak Wayan yang sedikit iba bila melihat keadaan Caka.
Oh….gak apa – apa Pak, biasa semalam ada
PR jadi begadang. Yah….bawaannya sekarang jadi ngantuk…..
Jangan terlalu dipaksakan, bapak masih bisa
membantu walau tak seberapa. Jawab pak Wayan.
Oh…….tidak bisa, apa kata dunia kalau
saya jadi lemah begini pak??? Jawab Caka dengan gaya yang sok kuat….
Hahahahha…..terdengar tawa di lorong
sunyi itu. Itulah yang bapak salut darimu Nak, orang tuamu juga pasti akan
bahagia melihat dirimu yang begitu kuat. Ujar pak Wayan seraya mengelus rambut
Caka.
Ayo…..kita lanjutkan
petualangan……semangat pak Wayan.
Sekarang tiba waktunya pulang. Sang adik
heri, telah setia menuggu di gubuk kecilnya. Wajah yang selalu ceria melihat
kedatangan sang kakak.
Kakak bawa apa???? Tanya Heri dengan
polosnya.
Ini ada kue pemberian tante Rum…..bagi
sama Maya ya,,,kakak tadi udah makan.
Assiikk……teriaknya kegirangan. May….maya
ini ada kue dari kak Caka.
Kedua adik Caka memang masih terlalu dini
untuk menyadari apa yang terjadi pada keluarga mereka.
Heri baru kelas 2 SD sedangkan
Maya baru berusia 5 tahun. Caka tak sanggup untuk melibatkan mereka dengan
kenyataan yang ada. Pahit yang dirasa hanya dipendam olehnya sendiri.
Caka hanya berprinsip
bahwa Allah tidak akan memberi ujian melebihi kemampuan hamba-Nya.
Waktu berlalu begitu
cepat, tak kurang dari satu semester lagi ia harus melanjutkan ke SMP.
Kecemasan mulai timbul diraut wajahnya, karena ia harus mengeluarkan biaya.
Berbeda dengan SD, yang diberi kebebasan dalam pembayaran iuran oleh pihak
sekolah. Mustahil rasanya bagi Caka, mau minta bantuan dengan tante Rum ataupun
pak Wayan rasanya tidak mungkin. Mau minta sama tante Rosi juga tidak mngkin. Karena
ketiga sosok tersebut sudah terlalu banyak membantu, Caka tak mau merepotkan
keduanya lagi. Apalagi mendengar pak Wayan yang selalu diceramahi sang istri
apabila membantu dirinya.
Disaat teman – temannya sudah sibuk
memilih sekolahan mana yang mau dituju, Caka tetap tersudut diam di kelas. Caka
termasuk anak yang pandai, tapi karena masalah waktu dan tenaga yang sering
terkuras, membuat ia sering lalai dalam kewajibannya yang satu ini.
Cak….cicak didinding,,,diam – diam
menyudut….hahahhah???? ledek anak bertubuh besar bernama Yogi.
Yogi memang tidak
pernah senang dengan caka, apalagi karena banyak yang menaruh simpati terhadap
Caka termasuk orang tuanya yang selalu membanggakan semangat Caka.
Hei tukang sampah,,,,,jangan sok berpikir
melanjutkan sekolah. Urus dulu kehidupanmu yang masih compang camping
itu….ejeknya dengan tatapan penuh sinis.
Caka tetap diam,,,,,percuma meladeni
Yogi yang hanya membuang tenaga. Ujarnya dalam hati.
Udah susah,,,,belagu pula……makin tinggi
nada bicara Yogi.
Caka tetap pada posisinya. Diam tanpa
kata sedikitpun.
Emosi Yogi makin menjadi –
jadi,,,melihat Caka yang seperti tak mau tahu dengan apa yang ia ucapkan.
Sekarang ia mulai main fisik,,,didorongnya tubuh Caka sampai ia tersungkur
dilantai.
Caka bangkit dan
berkata,,, aku tak mau mencari masalah apa – apa, kalau apa yang kau ucapkan
membuat dirimu senang, lakukan saja. Aku tetap seperti ini, karena aku memang
seperti ini.
Yogi terdiam,,,berjuta
rasa berkecamuk didalam hatinya. Ingin ia muntahkan semua hawa panas yang ada
ditubuhnya, hanya saja mulutnya terkunci rapat mendengar perkataan Caka.
Hening….kelas itu pun menjadi hening
sampai pelajaran pun dimulai kembali.
Kembali Yogi menatap Caka,,, urusan kita
belum selesai!!! dengan tatapan seperti elang yang siap menerkam anak ayam.
Sekolah pun usai…..Caka kembali
menjalani rutinitasnya.
Yogi tetap menaruh dendam terhadap Caka,
dibantingnya pintu kamar setelah ia sampai dirumah.
Kamu kenapa lagi Yogi??? Tanya sang ibu
melihat kelakuan anaknya yang selalu bersikap kasar kalau ada suatu hal yang
tidak sesuai dengan keinginannya.
Sudahlah ma……aku males dengerin ocehan
mama. Mending mama urus diri mama sendiri. Teriak Yogi pada ibunya.
Sang ibu hanya diam dan
meneteskan air mata setiap kali Yogi berlaku seperti itu. Tante Rosi adalah ibu
Yogi, wanita yang baik dan selalu sabar dalam mendidik anaknya, hanya saja yang
disayangkan sang Ibu mengalami gangguan penglihatan karena kecelakaan setahun
yang lalu. Dan sampai sekarang belum ada pendonor yang tepat untuknya. Keluarga
Yogi termasuk keluarga yang terpandang di kotanya, maklum sang ayah adalah
seorang pengusaha property dan kost – kostan yang sudah memiliki banyak cabang.
Yogi mulai membuat
rencana untuk memberi pelajaran pada Caka. Disusunnya rencana serapi mungkin
bersama teman satu ganknya untuk mengerjai Caka malam nanti.
Yogi akan menakut – nakuti Caka sewaktu
ia pulang bekerja. Dan disaat itu juga,,,aku akan kasih bogem mentahku tepat di
mukanya yang belagu itu!!! Ucap Yogi penuh kebencian, biar dia sadar sedang
berhadapan dengan siapa dia saat ini.
Rencana jahat itu
didengar Rista, teman sekelas Caka yang tak sengaja lewat dari basecamp Yogi
dan kawan – kawannya. Rista mulai panik dan terjatuh. Yogi sadar akan kehadiran
seseorang diluar sana. Dengan cepat disergapnya tubuh Rista yang masih berusaha
berdiri itu.
Oh….semenjak bergaul sama Caka, sekarang
udah pinter nguping ya????
Rista diam ketakutan, mengingat betapa
jahatnya anak yang ada didepannya ini. Berani kau membocorkan rencana
kami,,,akan kubuat kau jadi bahan ejekan teman sekelas karena punya mulut
ember!!!!!!!!
Iya….iya,,aku akan diam!!! Jawab Rista
dengan bibir bergetar.
Rista mulai tak tenang, karena hari
mulai gelap. Gelisah dengan apa yang didengarnya siang tadi…
Kamu kenapa sih Ris??? Tanya kakaknya
yang melihat adiknya tak bisa diam dari tadi.
Anu…anu kak….sambil menggaruk – garuk
kepalanya. Itu lho kak….
Anu…ini …itu apa??? Yang jelas dong dik.
Sang kakak makin penasaran.
Caka kak….?????!!! Rista mulai tak
mempedulikan ancaman Yogi tadi.
Caka bakal dikerjain sama Yogi pas ia
pulang kerja.
Dikerjai bagaimana???? Kakaknya pun
mulai ikut gusar.
Ia….dia bakalan dikeroyok sama Yogi gara
– gara Caka gak mau tunduk sama dia.
Apa???? Sekarang Caka dimana??? Tanya
kakaknya yang mulai geram dengan tingkah Yogi.
Biasanya,,,,dia lewat jalan anggrek
kalo mau pulang.
Kakak akan segera kesana,,,kamu jaga
rumah sampai ayah dan ibu pulang.
Iya kak…..tolong gagalkan semua rencana
jahat Yogi. Harap Rista terhadap kakaknya,,,kesian Caka kak….
Malam kian larut,,,Caka
memang telat pulang malam itu karena ia keasikan ngobrol dengan pak Wayan.
Setiba dipersimpangan, Caka berpisah dengan pak Wayan. Ia pulang menyusuri
jalan seperti biasanya. Sambil bersiul – siul menikmati keindahan malam, tanpa
ia sadari rombongan Yogi sudah tepat didepannya.
Caka pun kaget….Astaghpirullah,,,sambil
mengusap – usap dadanya. Seperti melihat dedemit yang ada didepannya itu.
Apa maksudmu??? Makin berani yah!!!!!!!….bentak
Yogi yang sudah tak bisa menahan emosinya lagi…….
Tidak….aku Cuma kaget dengan kehadiran
kalian, ada apa ini???? Tanya Caka dengan polos.
Jangan sok – sok polos!!! Diluncurkan
bogemnya tepat di wajah Caka, Caka pun tersungkur di aspal. Pengeroyokan itu
dimulai. Tubuh kurus Caka tak mampu menahan serbuan anak – anak itu…..
Hahahaha……puas aku sekarang,,,seru Yogi
dengan nada penuh kemenangan. Ini akibat anak yang tak tahu diri sepertimu.
Caka bangkit,,,karena ia merasa tak
memiliki salah apa pun. Ia merasa, Yogi belum cukup dewasa menghadapi apa yang
ia perbuat sekarang.
Masih berani bangkit!!! Gertak Yogi. Aku
hanya ingin pulang menemui keluargaku. Jawab Caka dengan tubuh sempoyongan.
Biarin Yog…jawab temannya yang sudah
merasa kasihan dengan keadaan Caka. Yogi tetap bersih keras dan menghadang
jalan Caka,…
Tanpa disadari Yogi, truk container
pengangkut batu bara tepat akan melintas dibelakangnya. Semua panik dan
berteriak….Yogi???!!!!!! awas !!!!!
Dengan cepat Caka mendorong tubuh Yogi,
direlakannya tubuh lemahnya itu menjadi lindasan truk. Caka terlempar jauh dan
menghantam bebatuan dipinggir jalan. Truk tetap melaju kencang tanpa
mempedulikan apa yang telah terjadi.
Semua terdiam…Yogi yang semula berkuasa
kini hanya bias terperongoh melihat peristiwa yang terjadi didepan matanya. Mulutnya
terkunci rapat.
Kesunyian itu pecah
dengan datangnya deruan motor. Kakak Rista datang dan melihat kondisi Caka yang
sudah berlumuran darah. Betapa kagetnya ia….melihat Caka yang terdiam kaku itu.
Apa yang sudah kalian perbuat!!!!!
Bentaknya dengan penuh amarah.
Tak ada yang menjawab, pandangannya
dialihkan ke arah Yogi. Apa yang kau perbuat!!!
Tetap tak ada yang menjawab….
Cepat – cepat ia
larikan tubuh Caka ke rumah sakit dengan harapan Caka masih bisa diselamatkan.
Semuanya berkumpul di
ruang tunggu ICU, adik – adik Caka tetap menanti penuh harapan bahwa kakaknya
akan berkumpul lagi bersama mereka.
Orang tua Yogi pun
tiba,,,malu,,,kecewa terhadap sikap anaknya. Ayah Yogi bahkan memeluk adik –
adik Caka dan berkata “ Kakak akan bersama kita lagi”,,,kalian yang sabar menanti
kakak….
Sungguh memilukan suasana saat itu. Yogi
tersudut penuh penyesalan atas perbuatannya. Ia sadar betapa mulia jiwa yang
dimiliki Caka. Betapa jahat dirinya, dendam dan kebencian terlalu menutupi mata
hatinya.
Pa…..ucap Yogi. Papa hukum aku dengan
apa saja. Kalau perlu bunuh saja aku pa!!! tangis Yogi makin menjadi – jadi.
Sang ayah tak berkata apa pun. Rasa
kecewa menuntutnya untuk mengunci rapat mulutnya.
Dokter pun keluar,,,,semua menanti
dengan wajah penuh harap.
Maafkan saya….ucap sang dokter. Caka
hanya ingin bertemu dengan kalian. Dengan adik – adiknya.
Apa maksud dokter??? Ucap ayah Yogi.
Silahkan anda masuk pak,,,,jawab dokter
dengan ekspresi datar.
Semua berkumpul diruangan itu,,, melihat
sosok Caka yang semula periang kini tak punya daya apa – apa. Maafkan aku
Caka,,,tangis Yogi memecah kesunyian.
Tak ada yang harus dimaafkan,,,,jawab
Caka samar – samar.
Semua menatap Caka dengan air mata. Adik
– adiknya,,, tak mau melepaskan pelukannya dari tubuh Caka. Kakak jangan
pergi…..rengek sang adik melihat keadaan Caka yang seperti itu.
Kita masih bias main kan?????? Rengek
maya….
Caka hanya tersenyum. Tante Rum, tak bisa
menahan semuanya. Diciumnya kening sang keponakan yang tegar itu.
Tante,,,lirih Caka. Aku lelah…………….
Iya nak…tante tahu, kau sudah sangat
bekerja keras.
Ayah Yogi menghampiri Caka. Nak,,,,,saya
tidak akan memaafkan diri saya sendiri atas apa yang terjadi pada dirimu.
Tak perlu pak….tak ada yang harus
bertanggung jawab. Ucap Caka yang mulai berat menarik nafasnya.
Suasana semakin
menyayat. Sayangi adikku pak, ucap Caka. Saya janji,,,ucap ayah Yogi dengan
cepat. Saya akan jaga adik – adikmu, mulai sekarang mereka menjadi anak – anak
saya nak. Caka tersenyum,,,diusapnya kedua kepala adiknya.
Nanti kita akan berkumpul lagi yah…..kakak
mau tidur sebentar saja.
Suasana haru semakin
menyergap. Semuanya meneteskan air mata. Melihat Caka yang sekarang sudah
terbujur kaku dengan senyuman di bibir kecilnya.
Pergilah dengan tenang nak………………..ucap
ayah Yogi melepas kepergian Caka yang selama ini memang ia kagumi dengan
semangat juangnya.
Beberapa bulan
kemudian, wajah kecil adik – adiknya sudah dihiasi dengan keceriaan. Keluarga
yang lengkap, dan Yogi sebagai sosok pengganti Caka.
Sang Ibu pun bisa
melihat kembali,,,karena sebelum meninggal Caka sudah mendonorkan korneanya
untuk Ibu Yogi yang selalu baik dengannya.
Benar – benar menjadi
suatu keluarga yang utuh. Begitu banyak pelajaran yang diberikan oleh sosok
seorang Caka. Ketulusan, kegigihan, dan kesabaran akan tetap membuahkan hasil
yang begitu indah. Yang selalu indah pada waktunya.
Subhanallah……
*The End*